Kamis, April 30, 2009

Peran guru dan sekolah

Peran guru dan sekolah bagi anak didik bersifat unik. Unik karena mereka tidak bisa menggeneralisasi kebutuhan anak didik dalam cara, bentuk, dan ukuran yang sama. Idealnya sebuah sekolah, menurut Stoll (1996), mampu memberikan pelayanan optimal kepada anak didiknya. Ia juga diharapkan dapat menjamin bahwa setiap peserta didik mampu mencapai standar optimal yang bisa mereka raih.

Sekolah pun bertanggung jawab agar seluruh aspek dalam diri peserta didik, baik terkait hal akademik maupun di luar akademik, agar berkembang secara penuh, dan itu hanya mungkin terjadi jika sekolah terus-menerus menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi setiap anak didiknya.

Tantangan pengajaran dan pembelajaran saat ini, kata guru Matematika, telah berubah 180 derajat. Perkembangan teknologi informasi, perubahan struktur masyarakat, dan maju pesatnya pengetahuan, serta munculnya teori pembelajaran baru telah mengubah hal yang esensi dari tugas pokok seorang guru.

Ia bukan lagi ”aktor” di kelas, dengan kekuasaannya dan pengetahuannya, yang mengatur apa pun yang terjadi di kelas. Guru bukan lagi ”sumur kang lumaku tinimba”, sumber dan mata air satu-satunya dalam pembelajaran di kelas. Sekarang, justru siswa yang menjadi pusat pembelajaran. Peran guru lebih menjadi fasilitator bukan orator, yang hanya bisa memerintah anak didiknya melakukan ini atau itu. Ia juga lebih menjadi motivator dan bukan eksekutor.

Setiap anak memiliki beragam kekhasan dan keunikan. Dalam belajar, ia menggunakan dari yang visual, audio, sampai kinestetik. Gardner juga mengingatkan adanya multikecerdasan pada setiap anak mulai bersifat logis-matematis, linguistik, musik, sampai intrapersonal.

Kita mengetahui pula taksonomi Bloom, dengan enam fase akusisi pengetahuannya. Kohlberg dengan tahapan perkembangan moralnya. Perkembangan usia pada diri anak sejak usia taman bermain sampai dewasa ternyata memiliki karakteristik perkembangan sosial, moral, emosional, dan kognitif yang harus disadari guru.

Semua itu tentu saja menuntut sebuah peran baru, unik, tetapi juga tidak ”gampang” dari seorang guru. Ia mengandaikan seorang guru yang ”khas”, guru memahami konteks luas itu, terampil dan kreatif dalam pendekatan mengajar, mampu memahami dan memfasilitasi keberbedaan pada diri tiap anak.

Peran itu tidak akan mungkin dijalankan seorang guru ketika mereka sendiri tidak mau menyiapkan diri, belajar terus-menerus, dan mengembangkan diri ke arah tersebut. Seorang guru, dengan peran yang berbeda dibandingkan masa lampau, tetaplah ia memiliki pengaruh yang demikian besar bagi anak didik.

Guru adalah seorang pembelajar. Sebagai pembelajar, guru memiliki karakteristik belajar yang berbeda dibandingkan seorang anak. Ia adalah pembelajar yang dewasa (adult learner). Karakteristik belajarnya bersifat khas, misalnya, seorang guru mempunyai cara belajar mandiri, mereka senantiasa memanfaatkan atau mengaitkan dengan pengetahuan atau pemahaman yang mereka miliki sebelumnya.

Mereka belajar secara kontekstual, senantiasa harus menemukan kaitan yang dipelajari dengan situasi nyata dalam hidupnya. Model pembelajaran sifatnya pemecahan masalah (problem solving) lebih menarik dibandingkan yang teoretikal sifatnya. Seorang guru selalu fokus dengan tujuan (goal) daripada sekadar rutinitas yang tidak jelas arahnya.

Ia lebih tergerak oleh pendekatan atau cara pengajaran daripada sekadar isi yang diajarkan. Ia lebih tersentuh ketika disapa secara pribadi dan dihargai. Ia ingin kemanusiaan, kedewasaan, dan pengalamannya disentuh dan diperhatikan.

Suasana interaktif, berbagi pengalaman, dan apresiasi yang sifatnya positif akan lebih membuat mereka termotivasi dan lebih terbuka pada hal yang baru.

Ruang-ruang kreatif

Dalam pandangan saya setidaknya ada dua ruang yang dapat membuat guru mampu berkembang menjadi pribadi kreatif. Ruang itu bersifat internal (dalam dirinya sendiri), dan kedua sifatnya eksternal (lingkungan sekitarnya).

Dalam dirinya harus tertanam, dalam istilah Fullan (1993), jiwa inquiry. Ini merupakan proses tanpa henti dan berlangsung sepanjang hayat. Kegiatan paling esensial seorang guru yang berjiwa inquiry adalah bertanya, termasuk sejauh mana pengajarannya relevan atau tidak dengan kebutuhan anak didiknya.

Kebiasaannya untuk ”mempersoalkan dan menguji beragam hal” dilakukannya dalam beragam aktivitas pribadi seperti praktik reflektif, jurnal pribadi, penelitian tindakan, bekerja di bawah pengawasan, dan kerja sama dengan sejawat.

Faktor eksternal, tidak lain adalah lingkungan sekolah itu sendiri. Serangkaian penataran, seminar, pelatihan, atau kegiatan pengembangan edukatif bagi guru mempunyai tujuan yang menjulang tinggi dan mulia, tetapi acap kali kurang mengakomodasi beragam kepentingan dan cara belajar guru.

Yang terjadi, kegiatan itu menjadi semacam penataran P-4, pada Orde Baru, tetapi tanpa pernah mengubah apa pun. Ia kurang memfasilitasi apa yang menjadi ketertarikan (interest), kesiapan (readiness), dan karakteristik belajar guru (learning style) yang berbeda.

Beragam pembinaan lebih terkesan formalitas, proyek semata dan sekadar menghabiskan anggaran. Kegiatan yang seharusnya 6 hari dipadatkan menjadi 3 hari dengan uang saku sama jumlahnya. Hasilnya, guru merasa bosan, digurui, menolak, pesimistis, dan akhirnya justru menjadi tidak termotivasi belajar karena merasa menjadi obyek belaka.

Semua itu menjadi lengkap tatkala mereka tidak mengalami bentuk-bentuk kegiatan pendampingan di sekolah.

Guru kembali dalam tradisi lama pengajarannya bersama anak didiknya. Perubahan guru lebih bersifat artifisial, misalnya berapa jumlah sertifikat yang dimiliki guru itu daripada yang sifatnya incremental, yakni perubahan ”kebiasaan” yang dilakukan guru dalam meningkatkan efektivitas pembelajarannya.

Maka, peran pimpinan sekolah yang diharapkan adalah, bagaimana menciptakan lingkungan dan suasana agar dapat saling berbagi dan ”menularkan” pemahaman, pengetahuan, serta keterampilan guru kepada rekan lain. Dalam proses interaktif tersebut akan terjadi proses pemurnian pemahaman dan disekuilibrium atas pengetahuan yang dimilikinya.

Belajar melalui mengajar atau berbagi pengetahuan dengan rekan sesama guru, misalnya, selain meningkatkan pemahaman dan keterampilannya sendiri akan membuat apa yang dipelajarinya itu menjadi lebih mengendap, aktual, dan hidup. Proses guru mengadopsi pengetahuan tidak berhenti pada tataran akusisi belaka, tetapi masuk ranah internalisasi dan aktualisasi yang terjadi melalui proses interaktif yang terjadi bersama rekan guru lainnya.

Kreativitas mengandaikan proses berpikir tidak linier atau lateral dalam melihat sebuah kebenaran. Perbedaan cara pandang dan ketidaksepakatan harus dihargai dan dihormati. Tidak anggota komunitas pembelajar sekolah, jatuh dalam tafsir seperti ketidaksopanan, keanehan, inkonsistensi, dan ketidakseragaman dalam memandang perubahan dan kreativitas yang dilakukan gurunya.

Guru kreatif terkadang mengajar dalam bingkai eksplorasi dan ketidakjelasan. Ia lebih mencari esensialitas daripada rutinitas atas apa yang dipelajari bersama siswa. Ia akan tersenyum manakala siswa bertanya, ”Pak saya menemukan hal berbeda, tidak seperti yang bapak katakan atau teman saya temukan, mengapa?”

Diangkat dari Tulisan T. Gunawan Wibisono.

Minggu, April 05, 2009

PEMILIHAN KEPALA SEKOLAH DAN PEGAWAS BERPRESTASI


Pemilihan Kepala Sekolah dan Pengawas berprestasi bertujuan untuk :
(1) Meningkatkan harkat dan martabat Pengawas dan Kepala Sekolah sebagai Tenaga Kependidikan yang professional,(2)Meningkatkan “motivasi secara berkelanjutan bagi Pengawas dan Kepala Sekolah untuk terus belajar dan bekerja lebih cerdas”, (3)Memberikan pengakuan dan pengharagaan atas prestasi dalam memajukan sekolah yang dipimpin atau dibinanya, (4)Mendorong inovasi dan kreativitas dalam menciptakan suasana sekolah yang kondusif bagi pendidik, peserta didik dan tenaga kependidikan lainnya.

Pemilihan Pengawas dan Kepala Sekolah berprestasi ini sudah menjadi ajang rutin tahunan Depdiknas yang mengambil setting acara 17 Agustusan sebagai puncak kegiatan. Dengan demikian peserta yang meraih prestasi sampai ke tingkat nasional dapat mengikuti pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia di DPR RI dan mengikuti peringatan detik-detik Proklamasi dan Penurunan Bendera bersama Presiden, Wakil Presiden dan para pejabat lainnya di Istana Negara.

Pada tahun 2008 kepala sekolah dan pengawas berprestasi tingkat nasional mendapatkan pengembangan wawasan dari para pakar pendidikan nasional dan internasional juga menikmati rekreasi ke Dunia Fantasi, Sea World, dan Ancol. Puncaknya terpilih 12 Pengawas dan 12 Kepala Sekolah sebagai pemenang I, II, dan III masing-masing 4 orang yang mewakili Kepala Sekolah pada tingkat TK/SD, SMP, SMA/SMK dan PLB sama halnya dengan Kelompok Pengawas, pemenang I, II, dan III masing-masing 4 orang yang mewakili kelompok TK, SD, SMP, dan SMA/AMK. Untuk pemenang I mendapatkan hadiah sebesar Rp 50.000.000,- peenang II sebesar Rp 45.000.000,- pemenang III sebesar Rp 40.000.000,- Sedangkan untuk peserta yang tidak berhasil mendapatkan juara I, II, dan III diberikan hadiah sebesar Rp 10.000.000,- karena mereka telah berhasil masuk ke Jakarta untuk pemilihan tingkat nasional.

Untuk mencapai puncak level nasional seorang Pengawas dan/atau Kepala Sekolah harus melalui berbagai seleksi di setiap level organisasi pemerintahan seperti Kecamatan, Kabupaten/Kota, dan Propinsi.

Seleksi calon Pengawas dan Kepala Sekolah berprestasi Tahun 2009, Kota Bau-Bau sudah dipersiapkan mulai dengan sosialisasi yang dilaksanakan pada bulan Maret 2009 yang dihadiri oleh semua Kepala Sekolah, Pengawas dan Pejabat Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Bau-Bau, selanjutnya mempersiapkan kepanitiaan yang melibatkan Pemda Kota Bau-Bau. Setelah terbit Surat Keputusan Walikota Bau-Bau tentang kepanitiaan ini pelaksanaan seleksi dimulai dan diharapkan awal bulan Mei 2009 sudah ada calon yang akan diutus untuk mengikuti seleksi tingkat Propinsi di Kendari.


Sasaran dan Persyaratan Pemilihan Pengawas Sekolah berprestasi Kota Bau-Bau semua Pengawas pada setiap jenjang TK, SD, SMP, SMA/SMK dan PLB se Kota Bau-Bau, masing-masing jenjang akan terpilih 1 orang untuk diutus mengikuti seleksi tingkat Propinsi di Kendari.

Persyaratan PesertaA. Persyaratan Umum.
1. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
3. Masa kerja sekurang-kurangnya 4(empat) tahun sebagai Pengawas Sekolah, khusus
Pengawas PLB sekurng-kurangnya 2(dua) tahun.
4. Sehat jasmani dan rohani dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
5. Memiliki moralitas, kepribadian dan kelakuan yang baik.
6. Mempunyai prestasi kerja yang unggul.
7. Dapat dijadikan panutan oleh guru, kepala sekolah, teman sejawat, dan
masyarakat sekitar.
8. Memiliki komitmen dan tanggung jawab tinggi.
9. Belum pernah terkena hukuman disiplin pegawai.
10. Belum pernah menjadi juara pemilihan Pengawas Sekolah Berprestasi tingkat
propinsi dan nasional.

B. Persyaratan Khusus.
1. Memiliki kompetensi kepribadian.
2. Memiliki kompetensi supervise manajerial.
3. Memiliki kompetensi supervise akademik.
4. Memiliki kompetensi evalusi pendidikan.
5. Memiliki kompetensi penelitian pengembangan.
6. Memiliki kompetensi sosial.

Sasaran dan Persyaratan Pemilihan Kepala Sekolah berprestasi Kota Bau-Bau yaitu semua Kepala Sekolah pada setiap jenjang TK, SD, SMP, SMA/SMK dan PLB se Kota Bau-Bau, masing-masing jenjang akan terpilih 1 orang untuk diutus mengikuti seleksi tingkat Propinsi di Kendari.

Persyaratan Peserta

A. Persyaratan Umum.
1. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
3. Memiliki moralitas, kepribadian dan kelakuan yang baik.
4. Memiliki kualifikasi akademik Sarjana (S1) atau Diploma 4 (D-IV)
5. Masa kerja sekurang-kurangnya 2(dua) tahun sebagai Kepala Sekolah di sekolah
yang sama.
6. Sehat jasmani dan rohani (tidak termasuk penyandang cacat).
7. Mempunyai prestasi kerja yang unggul.
8. Dapat dijadikan panutan oleh guru, kepala sekolah, teman sejawat, dan
masyarakat sekitar.
9. Memiliki komitmen dan tanggung jawab tinggi.
10. Belum pernah terkena hukuman disiplin pegawai (dibuktikan dengan surat
keterangan dari atasan/yayasan).
11. Belum pernah menjadi juara pemilihan Pengawas Sekolah Berprestasi tingkat
propinsi dan nasional.

B. Persyaratan Khusus.
1. Memiliki kompetensi kepribadian yang terpuji.
2. Memiliki kompetensi manajerial yang unggul.
3. Memiliki pemahaman wawasan pendidikan.
4. Memiliki kemampuan melaksanakan supervise yang tepat.
5. Memiliki kemapuan melakukan kegiatan social yang bermanfaat bagi sekolah,
lingkungan dan masyarakat luas.
6. Memiliki wawasan dan sikap kewirausahaan dalam mengelola kegiatan pendidikan
sebagai sumber belajar peserta didik.

Kamis, April 02, 2009

Tugas Lapangan Mahasiswa D3 TKJ AMIK Yapenas Kendari

AMIK Yapenas Kendari menurunkan kembali mahasiswanya untuk melaksananakan tugas lapangan yang ditempatkan di Kantor Dinas dan/atau sekolah yang mengutus mereka, disana para mahasiswa itu diberikan berbagai tugas tugas oleh instasi yang mengutusnys tentu yang berkaitan dengan pengelolaan Jardiknas. Di Kantor Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Bau-Bau mereka diberikan tugas membantu Tim Jardiknas Kota Bau-Bau dalam rangka pemantapan pengelolaan Dapodik, padatiweb dan penyambungan koneksi internet ke klient, kemarin Selasa 31 Maret 2009 mereka telah memasang antenna radio penangkap disalah satu klient jardiknas Kota Bau-Bau dan hari Jum’at 3 April 2009 mereka akan menyambung akses internet kebeberapa sekolah di Pulau Makasar. Berikut ini beberapa kegiatan yang dilaksanakan oleh Mahasiswa AMIK Yapenas utusan Kota Bau-Bau yang terdiri dari Dino Suprianto Agus, Meis Safitridan Mulianawati Mesra (Mahasiswa Utusan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Bau-Bau), Gafar dan Wa Jayanti utusan Sekolah dipandu oleh Tehknisi Tim Jardiknas Kota Bau-Bau La Ode Aliharu, S.Pd.